MENGERJAKAN BETON
A. Acuan dan Perancah
Acuan (cetakan) dan tiang acuan (perancah) adalah suatu konstruksi sementara, yang gunanya untuk mendukung terlaksananya pengerjaan adonan beton yang dicorkan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Jadi acuan dan perancah harus dapat menahan berat baja tulangan, adukan beton yang dicorkan, pekerja-pekerja pengecor beton dan lain sebagainya, sampai beton mengeras, sehingga dapat menahan berat sendiri dan beban kerja.
Acuan beton terdiri dari bidang bagian bawah dan samping. Papanpapan bagian bawah dari acuan yang tidak terletak langsung di atas tanah dipikul oleh gelagar acuan, sedangkan gelagar acuan didukung oleh perancah. Pada konstruksi beton yang langsung terletak di atas tanah, bagian bawah tidak perlu diberi cetakan, tetapi cukup dipasang lantai kerja dari beton dengan campuran 1 semen : 3pasir : 5 krikil dengan ketebalan 5 cm. Jadi, yang perlu diberi papan acuan bagian samping saja.
Untuk pekerjaan beton yang akan difinishing dengan plesteran, papan acuan tidak perlu dihaluskan, tetapi bila pekerjaan beton tidak memerlukan finishing, maka permukaan acuan harus licin. Untuk pekerjaan tersebut biasnya digunakan acuan dari multipleks, plywood, atau pelat baja.
1. Bahan Acuan dan Perancah
Papan acuan dan tiang perancah yang digunakan biasanya dari kayu yang harganya murah dan mudah dikerjakan. Juga dapat dipergunakan pelat-pelat baja, pelat seng bergelombang, plywood dan lain sebagainya. Meskipun acuan dan perancah dibuat dari kayu yang murah, tetapi kayunya harus cukup baik dan tidak boleh terlalu basah, sebab kayu yang terlalu basah akan mudah melengkung dan pecah. Ukuran papan acuan biasanya adalah tebal 2-3 cm dan lebarnya 15-20 cm. Untuk perancah biasanya digunakan kasau 4/6 atau 5/7 cm, namun banyak juga yang menggunakan perancah dari bambu.
Perkembangan yang terjadi dewasa ini, banyak digunakan acuan yang telah siap rakit, papan acuan dari pelat baja, sedang perancahnya menggunakan
frame scafolding.
2. Persyaratan Acuan dan Perancah
Syarat-syarat mengenai acuan dan perancah adalah sebagai berikut;
a. Dapat menghasilkan konstruksi akhir yang mempunyai bentuk, ukuran, dan batas-batas sesuai dengan yang ditunjukkan oleh gambar kerja.
b. Kokoh dan cukup rapat, sehingga dapat dicegah adanya kebocoran adukan beton.
c. Harus diberi ikatan-ikatan secukupnya, sehingga dapat terjamin kedudukan dan bentuk yang tetap.
d. Terbuat dari bahan yang tidak mudah menyerap air dan direncanakan sedemikian rupa, sehingga mudah dibongkar tanpa menyebabkan kerusakan beton.
e. Bersih dari kotoran serbuk gergaji, potongan kawat pengikat dan kotoran lainnya.
f. Apabila acuan dan perancah harus memikul beban yang besar dan/atau dengan bentang yang besar atau memerlukan bentuk khusus, maka harus dilakukan perhitungan dan gambar kerja khusus.
3. Perencanaan Acuan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan/membuat acuan dan perancah adalah;
a. Kecepatan dan cara pengecoran beton.
b. Beban yang harus dipikul, termasuk beban, horisontal dan beban kejut.
c. Selain kekuatan dan kekakuan acuan, kestabilitas juga perlu diperhitungkan dengan baik.
d. Tiang-tiang acuan dari kayu harus dipasang di atas papan kayu yang kokoh dan mudah distel dengan baji. Tiang-tiang acuan tersebut tidak boleh mempunyai lebih dari satu sambungan yang tidak disokong ke arah samping. Bambu sebaiknya tidak digunakan sebagai tiang acuan.
Gambar VIII-1, Acuan dan Perancah
B. Memasang Tulangan/Pembesian
1. Pemotongan dan Pembengkokan.
Pemotongan baja beton dengan garis tengah kecil biasanya digunakan gunting baja beton dengan tangan,sedangkan untuk garis tengah lebih besar digunakan mesin gunting yang digerakkan dengan tangan. Untuk pemotongan baja beton dengan jumlah besar lebih ekonomis bila dikerjakan dengan mesin gunting yang digerakkan dengan motor. Pemotongan baja tulangan dengan garis tengah besar tetapi dengan jumlah sedikit sering menggunakan alat pemotong gergaji besi tangan. Pemotongan baja tulangan harus sesuai dengan panjang yang telah ditentukan, kemudian batang tersebut harus dibengkokkan menurut bentuk dan ukuran pada daftar bengkok.
Kedua ujung baja tulangan diberi kait (bengkokan) yang bentuknya dapat bulat, serong, atau siku-siku. Bentuk kait pada tulangan balok, kolom, dan sengkang harus berbentuk bulat atau serong, sedang bentuk kait pada tulangan pelat boleh berbentuk sikusiku.
Syarat-syarat pembengkokan baja tulangan ditentukan sebagai berikut:
a. Batang tulangan tidak boleh dibengkok atau diluruskan dengancara-cara yang merusak tulangan.
b. Batang tulangan yang diprofilkan, setelah dibengkok dan diluruskan kembali tidak boleh dibengkok lagi dalam jarak 60 cm daribengkokan sebelumnya.
c. Batang tulangan yang tertanam sebagian di dalam beton tidak boleh dibengkok atau diluruskan di lapangan, kecuali apabila ditentukan di dalam gambar rencana atau disetujui oleh perencana.
d. Membengkok dan meluruskan batang tulangan harus dilakukan dalam keadaan dingin, kecuali pemanasan diijinkan oleh perencana.
e. Batang tulangan dari baja keras tidak boleh dipanaskan,kecuali diijinkan oleh perencana.
f. Batang tulangan yang dibengkok dengan pemanasan tidak boleh didinginkan dengan jalan disiram air.
g. Batang tulangan harus dipotong dan dibengkok sesuaidengan gambar kerja.
Setelah baja tulangan selesai dibengkokkan, langkahselanjutnya adalah merangkai baja tulangan tersebut. Tulangandirangkai sesuai dengan gambar kerja, yaitu tulangan untuk sloof,kolom, ring balok, maupun plat lantai. Pada titik-titik persilanganantara batang-batang tulangan maupun antara batang tulangan dengansengkang/begel diikat dengan kawat pengikat (bendrat). Pengikatan tersebut harus kokoh agar konstruksi tulangan yang dirangkai tidak
mudah berubah atau tergeser pada waktu diadakan pengecoranbeton.
Untuk merangkai tulangan balok atau kolom dengan dimensi yang kecil, pekerjaan merangkai biasanya dilakukan di luar acuan, sehingga pada waktu acuan sudah siap, maka hasil rangkaian langsung diletakkan di dalam acuan. Pada penulangan plat lantai dengan balok, rangkaian penulangan balok dipasang lebih dahulu,kemudian merngkai tulangan untuk plat lantai.
Agar baja tulangan dapat dilindungi oleh beton, maka pemasangan baja tulangan tidak boleh menempel pada acuan atau lantai kerja. Untuk itu, harus dibuat penahan jarak dari beton denganmutu sama dengan mutu beton yang akan dicor (beton tahu). Untuk merangkai tulangan pada plat dengan konstruksi tulangan rangkap, , tulangan atas harus ditunjang (disangga) oleh baja penahan dengan jarak yang sesuai dengan tebal penutup beton.
Gambar VIII-2, Kunci Pembengkok dan Cara Membengkok Besi
Gambar VIII-3, Merangkai Tulangan
Pengadukan beton dapat dilakukan dengan beberapa 2 cara, yaitu; pengadukan manual dan pengadukan dengan molen.
Cara pengadukan beton secara manual adalah sebagai berikut;
a. Pengadukan beton dengan tangan harus dilakukan di atas bak dengan dasar lantai dari papan kayu atau dari pasangan yang diplester. Hal tersebut dilakukan agar kotoran atau tanah tidak mudah tercampur dan air pencampur tidak meluap keluar dari campuran.
b. Pengadukan beton dengan jumlah besar, sebaiknya dilakukan dibawah atap agar terlindung dari panas matahari dan hujan.
c. Pengadukan beton manual biasanya menggunakan perbandingan volume. Yang lazim digunakan di lapangan adalah dengan membuat kotak takaran untuk perbandingan volume pasir, semen, dan krikil.
d. Urutan pencampuran adukannya adalah; pasir dan semen yang sudah ditakar dicampur kering di dalam bak pengaduk, lalu krikil dituangkan dalam bak pengaduk kemudian diaduk sampai merata. Setelah adukan merata, tuangkan air sesuai kebutuhan, aduk sampai campuran merata dan sesuai dengan persyaratan.
Untuk pengadukan menggunakan molen, prinsip dasarnya sama dengan pengadukan secara manual, hanya proses pencampuran bahan adukan beton dilakukan di dalam molen yang terus menerus berputar. Hasil adukan beton dengan menggunakan molen lebih baik dan lebih merata dibandingkan dengan proses pengadukan secara manual.
Pengadukan beton disyaratkan sebagai berikut;
a. Pengadukan beton sebaiknya dilakukan dengan mesin pengaduk (molen). Mesin pengaduk harus dilengkapi dengan alat-alat yang dapat mengukur dengan tepat jumlah agregat, semen, dan air pencampur.
b. Selama pengadukan berlangsung, kekentalan adukan beton harus diawasi terus menerus dengan jalan memeriksa slump pada setiap campuran beton yang baru. Besarnya slump dijadikan petunjuk untuk menentukan jumlah air pencampur yang tepat sesuai dengan faktor air semen yang diinginkan.
c. Waktu pengadukan bergantung pada kapasitas molen, volume adukan, jenis dan susunan butir agregat, dan nilai slump. Secara umum, waktu pengadukan minimal 1,5 menit setelah semua bahan-bahan dimasukkan ke dalam molen. Setelah selesai, adukan beton harus memperlihatkan susunan warna yang merata.
d. Apabiia karena sesuatu hal adukan beton tidak memenuhi syarat minimal, misalnya terlalu encer karena kesalahan dalam pemberian jumlah air pencampur, mengeras sebagian, atau tercampur dengan bahan-bahan asing, maka adukan ini
tidak boleh dipakai dan harus disingkirkan dari tempat pelaksanaan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengankutan beton dari tempat penyiapan adukan ke tempat pengecoran adalah sebagai berikut;
a. Harus dihindari adanya pemisahan dan kehilangan bahan-bahan.
b. Cara pengangkutan adukan beton harus lancar sehingga tidak terjadi perbedaan waktu pengikatan yang menyolok antara beton yang sudah dicor dan yang akan dicor.
c. Adukan beton umumnya sudah harus dicor dalam waktu 1 jam setelah pengadukan dengan air dimulai. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang sampai 2 jam bila adukan beton digerakkan kontinyu secara mekanis.
d. Apabila jangka waktu pengangkutan memakan waktu yang panjang, harus dipakai bahan penghambat pengikatan.
Gambar VIII-4, Persiapan Pembuatan Adukan Beton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar